Thursday, August 13, 2009

NANGKA MUDA

Ketika masih sekolah dasar, aku sering bermain bersama tiga orang teman sekelasku di sebuah tempat yang kami sebut sebagai surya ibu. Disana kami bermain apa saja, mulai dari memainkan ayunan taman hingga naik ke pagar rumah orang untuk mengambil buah jambu mengkal yang dahannya terjulur keluar. Saat itu aku dan teman-temanku tidak tahu kalau apa yang kami lakukan sama saja dengan mencuri. Kami tidak pernah dimarahi orang atas kelakuan itu. Jika si empumya pohon buah tahu, kami bahkan disuruh memasuki halaman mereka dan boleh mengambil buah lebih banyak dari apa yang kami mau. Sampai suatu hari, aku melihat sebuah pohon nangka tengah berbuah ranum yang membuatku tergiur untuk mengambilnya. Kupikir kalau nangka itu kuberikan pada ibu pasti akan membuat ibu senang. Beberapa terakhir ini ibuku sering kecewa terhadap tukang sayur langganannya yang tidak juga membawakan nangka muda pesanannya. Jadi aku sangat ingin sekali memberikan nangka ranum itu untuk ibuku. Tapi, nangka itu terlalu tinggi bertengger didahan untuk bisa diraih oleh tanganku. Maklumlah, disekolah aku ini tergolong anak yang mungil. Tapi jangan salah, meskipun mungil aku ini jago olahraga dan tergolong pintar disekolah. Hmm, itu guru kelasku sendiri loh yang bilang… maka, mengenai nangka itu aku segera memutar otak. Dan pilihanku jatuh pada kawanku Sensa yang perawakannya tinggi. Dia pasti mudah sekali meraih nangka itu dan mengambilkannya untukku. Maka aku merayunya. Awalnya ia menolak, takut dimarahi yang punya pohon katanya. Rayuan apapun yang kulontarkan tak mengubah pendiriannya. Jadi, aku sedikit mengancamnya. Kukatakan aku tidak akan mau menjadi teman baginya lagi kalau ia tidak mau mengambilkan nangka itu untukku. Dan setiap temanku tahu kalau aku sudah tidak mau berteman dengan mereka, itu sama artinya dengan aku manantang mereka di pelajaran olahraga nanti dan mereka tampaknya tahu kalau aku bisa menjadikan mereka bulan-bulananku. Dan kalau nanti ada anak lelaki yang mengganggu mereka, jangan pernah berharap mendapat pembelaan dariku. Sensa sepertinya memahami itu. Maka dengan berat hati ia mengambil si buah nangka dan secepat mungkin berlari menjauh dari rumah tempat pohon nangka itu berdiri. Setelah jauh dan menyerahkannya padaku, ia pulang sambil menahan airmata yang hamper mengucur. Aku yang kala itu tak begiu peduli pada perasaan kawanku segera meluluskan niatku untuk memberikan nangka yang besarnya seperti bola basket itu pada ibuku. Tapi apa yang terjadi tak seperti yang kubayangkan sebelumnya. Bukannya senang ibu justru marah besar padaku. Ia tidak mau menerima sesuatu yang merupakan hasil curian. Dan pada saat itulah baru kumengerti satu hal, curian!. Aku dan sensa telah menjadi pencuri kecil, itulah sebabnya mengapa Sensa menahan tangis setelah melakukan pencurian nangka. Lalu hukuman apa yang diberikan ibu untukku? Karena aku bersikukuh untuk tidak mau mengembalikan nangka curian pada pemiliknya, ibu menyuruhku tidur diluar rumah pada malamnya. Ia sendiri yang mengembalikan nangka itu pada pemiliknya. Memang benar malam itu aku tidur diteras rumah. Namun pada pagi harinya aku mendapati diriku diatas tempat tidurku.

0 komentar:

Post a Comment